PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
PERCOBAAN I
SINTESIS METIL ASEAT
NAMA : SA’DIAH AYU WIHARDINI
NIM : F120155048
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2017
PERCOBAAN I
SINTESIS ETIL ASETAT
A.
TUJUAN
PERCOBAAN
·
Memahami reaksi esterifikasi asam karboksilat dan alkohol
·
Memahami rangkaian proses sistesis etil asetat
·
Mampu menghitung randemen etil asetat hasil reaksi
B. DASAR TEORI
Dalam ilmu kimia, ester adalah campuran organik dengan
simbol R’ yang menggantikan suatu atom hidrogen atau lebih. Ester juga dibentuk
dengan asam yang tidak tersusun teratur; sebagai contoh, dimetil sulfat yang
juga disebut “asam belerang, dimethyl ester”.
Ester merupakan turunan asam karboksilat yang mana
gugus –OH pada asam karboksilat (RCOOH) diganti menjadi gugus –R (alkil)
sehingga menjadi ester dengan rumus RCOOR. Reaksi pembentukan ester disebut
esterifikasi. Ester yang sering digunakan adalah etil asetat. Dimana
etil asetat diperoleh dari reaksi esterifikasi antara asam asetat (CH3COOH)
dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis asam sulfat (H2SO4).
1.
Etil
Asetat
Etil asetat merupakan senyawa yang dihasilkan dari
pertukaran gugus hidroksil pada asam karboksilat dengan gugus
hidrokarbon yang terdapat pada etanol. Etil asetat seringkali disintesis dengan
menggunakan katalisator air berupa asam sulfat. Penggunaan katalistor asam
sulat dapat menghasilkan konversi yang cukup tinggi yaitu dapat mencapai 98%.
Konversi tertinggi diperoleh pada suhu 550C, rasio alcohol/asam
lemak 6,13 dan konsentrasi katalisator 2,2% massa yaitu sebesar 96%
(Nuryoto, 2008).
Proses pembuatan etil asetat biasanya melalui suatu reaksi bolak-balik
(reversible) antara asam asetat dengan etanol dalam suasana asam. Dalam proses
pembuatan etil asetat ini, reaksi memiliki konversi yang rendah, sehingga sulit
mendapatkan kemurnian etil asetatyang tinggi. Selain itu, terbentuk azeotrop
antara senyawa rektan dan produk sehingga sulit untuk mencapai kemurnian yang
tinggi. Pada proses pembuatan etil asetat ini ada empat buah bentuk azeotrop
yaitu EtOH-EtAc, EtOH-H2O, EtAc-H2O dan EtOH-EtAc-H2O.
Dari keempat titik azeotrop ini, bentuk EtOH-EtAc-H2O memiliki titik
didih paling kecil (Bambang, 2006).
Etil Asetat mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a)
Merupakan
pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap).
b)
Tidak
beracun dan tidak terhigrokopis.
c)
Merupakan
penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor ikatan hidrogen
karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat
pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen.
e) Kelarutannya meningkat pada
suhu yang lebih tinggi. Tetapi, senyawa ini tidak stabil dalam air yang
mengandung basa atau asam (Hadyana, A, 1993)
Tabel 1.1 Identitas Etil Asetat
Identitas
|
Sifat Fisika dan Kimia
|
Keadaan
fisik
|
Cairan
tidak berwarna
|
Bau
|
Ethereal. Fruity (Slight)
|
Rasa
|
Pahit,
seperti rasa anggur terbakar
|
Berat
molekul
|
88,11
g/gmol
|
Titik
didih
|
77°C
(170,6°F).
|
Melting point
|
-83°C
(-117,4°F).
|
Suhu
kritis
|
250°C
(482°F).
|
Spesific Gravity
|
0,902 (Air
= 1)
|
Tekanan Uap
|
12,4 kPa
(@ 20 ° C)
|
Kelarutan
|
Larut
dalam air dingin, air panas, dietil eter, aseton, alkohol, benzena.
|
Sumber : (Hadyana, A, 1993)
2. Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu
reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester. Esterifikasi dapat
dikatalis oleh kehadiran ion H+. asam belerang sering digunakan
sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini. Nama ester berasal dari essig-ather jerman, sebuah nama kuno
untuk menyebut etil asam cuka ester atau asam cuka etil (Anshory, 2003). Berikut ini reaksi etanol dengan asam karboksilat:
Alkohol + Asam
karboksilat katalis asam Ester + Air
Etanol + Asam
Asetat H2SO4
Etil Ester + Air
C2H5OH
+ CH3COOH
CH3COOCH2
+ H2O.
Seperti kebanyakan reaksi aldehida dan keton,
esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap
protonasi dan detonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik
menyerang karbon positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester (Anshory,
2003).
Beberapa macam metode
esterifikasi antara lain (Hadyana, 1993):
a)
Cara Fischer
Jika asam
karboksilat dan alkohol dan katalis asam (biasanya HCl atau H2SO4)
dipanaskan, terdapat kesetimbangan dengan ester dan air. Mekanisme reaksi
esterifikasi Fischer terdiri dari
beberapa langkah :
1) Transfer Proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil, sehingga
meningkatkan elektrofilisitas dari atom karbon kabonil
2) Atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol, yang bersifat
nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium
3) Terjadi pelepasan proton dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan
kompleks teraktivasi
4) Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti oleh pelepasan
molekul air menghasilkan ester
b)
Esterifikasi
dengan asil halida
Asil halida adalah turunan asam karboksilat yang paling reaktif. Asil
klorida lebih murah dibandingkan dengan asil halida lain. Asil halida biasanya
dibuat dari asam dengan tionil klorida atau fosfor pentaklorida.
c)
Esterifikasi
antara asam karboksilat dengan conjugated diene
Esterifikasi dengan menggunakan asam karboksilat dan conjugated diene yang
tidak disertai oksigen yang disertai katalis asam saat ini juga telah banyak dikembangkan.
Hal ini dikarenakan conjugated diene merupakan salah satu bahan yang
mudah didapat dan harga yang relative yang lebih murah. Conjugated diene yang
sering digunakan yaitu 1,3-butadiene, 2-methyl - 1,3 - butadiene, 2 – chloro - 1,3 - butadiene, 1,3 - hexadiene, 2,4 - cyclohexadiene dan
lainnya. Produk hasil esterifikasi antara asam karboksilat dengan conjugated
diene yang banyak dijumpai adalah n-butyl asetat, 2-methyl-2-butenyl
butanoate, cyclohexene-3-yl-benzoate dan lainnya.
2.1
Faktor-Faktor
Esterifikasi
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan esterifikasi yaitu (Kirk & Othmer, 1978):
a)
Suhu
Kecepatan reaksi
secara kuat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Pada umumnya reaksi ini dapat
dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (60-70°C) pada tekanan
atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Semakin
tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan
untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih
sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi (Kirk
& Othmer, 1978).
b)
Waktu reaksi
Semakin lama waktu
reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena ini akan memberikan
kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan
telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi (Kirk
& Othmer, 1978).
c)
Katalis
Katalis berfungsi untuk
mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak
menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis, reaksi transesterifikasi baru
dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan katalis bertujuan untuk
mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan
adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi
dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan
suhu reaksi diatas 100ºC (Kirk &
Othmer, 1978).
Katalis yang
digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah
katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan
katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan
produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti
KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair,
misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Kirk & Othmer,
1978).
Penggunaan katalis homogen
mempunyai kelemahan, yaitu: bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, dan
katalis tidak dapat digunakan kembali. Saat ini banyak industri menggunakan
katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah
lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk dengan
cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping
dapat dieliminasi. Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida
logam, dan resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih
efisien dibanding dengan katalis asam pada reaksi transesterifikasi.
Transmetilasi terjadi kira-kira 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis
basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama. Untuk alasan ini dan
dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding
katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk tujuan komersial
dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara
0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 94-99% konversi minyak nabati
menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan
konversi dan sebaliknya menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari
produk menggunakan katalis KOH 1% dari massa minyak (Kirk & Othmer, 1978).
d)
Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi,
reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan
oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan
terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai pelarut tunggalyang dipakai
bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk.
Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem
tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang
signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran
reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa.
Untuk reaksi heterogen, ini akan menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai
tahap reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
e)
Perbandingan Reaktan
Variabel penting lain
yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar antara alkohol dan minyak
nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol untuk
setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester asam dan 1 mol gliserol.
Untuk mendorong reaksi transestrifikasi ke arah kanan, perlu untuk menggunakan
alkohol berlebihan atau dengan memindahkan salah satu produk dari campuran
reaksi. Lebih banyak metanol yang digunakan, maka semakin memungkinkan reaktan
untuk bereaksi lebih cepat. Secara umum, proses alkoholisis menggunakan alkohol
berlebih sekitar 1,2-1,75 dari kebutuhan stoikiometrisnya. Perbandingan volume
antara minyak dan metanol yang dianjurkan adalah 1 : 4 (Kirk & Othmer,
1978).
Terlalu banyak
alkohol yang dipakai menyebabkan biodiesel mempunyai viskositas yang terlalu
rendah dibandingkan dengan minyak solar, juga akan menurunkan titik nyala
biodiesel, karena pengaruh sifat alkohol yang mudah terbakar (Kirk &
Othmer, 1978).
3. Metode Pembuatan Ester
3.1
Pembuatan ester
menggunakan asam karboksilat
Metode ini bisa
digunakan untuk mengubah alkohol menjadi ester, tetapi metode ini tidak berlaku
bagi fenol – senyawa dimana gugus -OH terikat langsung pada sebuah cincin
benzen. Fenol bereaksi dengan asam karboksilat dengan sangat lambat sehingga
reaksi tidak bisa digunakan untuk tujuan pembuatan.
Ester dihasilkan apabila
asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam.
Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida kering terkadang
digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester aromatik
(ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen).
Reaksi
pengesteran (esterifikasi) berjalan lambat dan dapat balik (reversibel).
Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan alkohol R’OH (dimana R dan R’
bisa sama atau berbda) adalah sebagai berikut:
O O
‖
‖
R– C – OH + R’OH R– C – OR’ + H2O
Gambar 3.1 Reaksi asam RCOOH
dengan alkohol R’OH (Clark, 2007)
Reaksi
esterifikasi
bersifat reversible. Untuk memperoleh
redomen tinggi dari ester itu, kesetimbangan harus digeser
ke
arah sisi ester. Satu teknik untuk mencapai ini adalah
menggunakan salah satu zat pereaksi secara berlebihan, teknik lain ialah
membuang salah satu produk dari dalam campuran reaksi, misalnya dengan
destilasi air secara azeotropik. Ester fenil (RCO2C6H5)
umumnya tidak dibuat secara langsung dari fenol dan asam karboksilat karena kesetimbangan lebih cenderung bergeser ke
sisi ester (Fessenden, 1986:84).
Laju
esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan storik
dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam
dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam
laju pembentukan ester. Seperti banyak reaksi aldehida
dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian
tahap protonasi dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol
nukleofilik karbon positif, dan eliminasi air akan
menghasilkan ester yang dimaksud. Mekanisme ini dapat ditulis sebagai berikut:
O
OH O
‖
‖ ‖
R– C –
OH + R’OH R– C –
OH R– C – OR’ + H2O
‖
(suatu asam karbosilat) OH (suatu
ester)
Gambar 3.2 Mekanisme
pembentukan ester (Fessenden,1992:83).
C.
ALAT DAN BAHAN
1.
Alat – alat
yang digunakan :
Nama Alat
|
Gambar
|
Ukuran
|
Jumlah
|
1.
Corong Pemisah
|
250 ml
|
1
|
|
2. Erlenmeyer
3.
Gelas Ukur
|
250 ml
100ml, 25ml
|
1
@1
|
|
4. labu
destilasi
|
-
|
1
|
|
5.
Labu Didih Dasar Bulat
|
-
|
1
|
|
6.
Pendingin Leibig /
Condensor
|
-
|
2
|
|
7.
Pipet tetes
|
-
|
1
|
|
8.
Pipa L
|
-
|
1
|
|
9.
Thermometer
|
-
|
1
|
|
10. Pipa Alonga
|
-
|
1
|
|
11. Beaker
Glass
|
1000ml, 50ml
|
2
|
|
12. Hot
Plate
|
-
|
1
|
2.
Bahan –
bahan yang dibutuhkan :
Nama Bahan
|
Massa (gr)
|
Volume
(ml)
|
1.
Asam Asetat (CH3COOHPa)
2.
Etanol 96% (C2H5OH)
3.
Asam Sulfat Pekat (H2SO4)
4.
CaCl2 anhidrat
|
-
-
-
25
|
50
50
10
-
|
D.
CARA
KERJA (SKEMATIS)
Campurkan 50 ml etanol dan 50 ml asam
asetat ke dalam labu distilasi
|
Tmbahkan 10 ml asam sulfat pekat sedikit demi
sedikit sambil digoyang-goyangalat distilasi
|
Refluk
selama 30 menit pada suhu 60◦C
|
Ambil 2/3 bagian (60ml) dan
masukkan kedalam corong pisah
|
Gojog
corong pisah dan diamkan sampai terbentuk 2 lapisan
|
Pisahkan lapisan atas dan
lapisan bawah yang terbentuk
|
Lapisan
atas ditambah dengan CaCl2 dalam 25ml aquadest, kemudian
digojog lagi. Lakukan perlakuan yang sama sebanyak 2x
|
Ambil lapisan atas dan diamkan
selama 20 menit
|
Lakukan distilasi untuk menghilangkan kandungan
alkohol yang masih ada dalam larutan
|
Kemudian Etil asetat
dipanaskan dengan fraksi suhu 74OC – 79OC
|
Gambar
: Proses Destilasi
E.
HASIL
PERCOBAAN
1. Hasil Percobaan
- Berat
Beaker Glass Kosong =
35,9136 g
- Berat
Beaker Glass + Etil Asetat =
69,5087 g
- Berat
Etil Asetat = Berat Beaker Glass + Etil Asetat - Berat Beaker Glass Kosong
= 69,5087 g - 35,9136 g
= 33,661 g
- Volume
Etil Asetat = 25 ml
2. Pembahasan
Sintesis
adalah reaksi kimia yang melibatkan dua zat atau lebih yang akan menghasilkan
senyawa lain. Pada percobaan kali ini , praktikan membuat sintesis etil asetat.
Pembuatan sintesis etil asetat melibatkan reaksi esterifikasi. Reaksi
esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester yang melibatkan reaksi langsung
antara asam karboksilat dan alkohol dengan bantuan katalisator asam. Jadi pada
pembuatan etil asetat sama juga dengan pembuatan ester, karena di dalam
pembuatan etil asetat terdapat proses esterifikasi. Ester adalah suatu senyawa
organik yang mempunyai sifat netral juga ester tidak dapat beraksi dengan
natrium. Pada pembuatan etil asetat terdapat nukleofilik dan elektrofil yang
terjadi di dalam reaksi. Nukleofilik yang berada dalam larutan etil asetat
adalah etanol sedangkan elektrofilik yang berada dalam larutan etil asetat
adalah asam asetat glasial.
Hal pertama yang dilakukan adalah
dengan menyiapkan bahan. Setelah itu di campurkan etanol, asam asetat dan asam
sulfat pekat ke dalam Labu alas bundar. Kemudian mulailah rangkai alat. Pertama
hot plate di siapkan kemudian di masukan labu alas bundar kedalam hot plate.
Memasanglah Allinh Condensor, pada bagian atas di pasang selang yang akan
mengalirkan bahan yang tidak di perlukan seperti produk samping
esterifikasi. Dan pada bagian bawah di
pasang selang untuk mengalirkan air kedalam Allinh condensor. Setalah semua
terpasang kembali barulah di nyalakan allihn condensornya dan mulailah air di
alirkan dari kran menuju ke allihn
condensor melalui selang. Kran air tidak boleh di matikan. Saat
praktikum, praktikan mematikan keran jadi etanol menguap seluruhnya. Jika kran
tidak dimatikan maka etanol tidak akan menguap semua. Tujuan dari di
nyalakannya kran atau di alirkannya air terus menerus selama proses destilasi
adalah agar etanol yang seharusnya menguap dapat mengembun kembali, sehingga
etanol tidak akan menguap seluruhnya. Kemudian jika kran tetap menyala maka di
tunggu 30 menit untuk proses destilasi.
Dalam pembuatan etil asetat di
gunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator. Tujuan dari diberikannya
katalisator adalah untuk mempercepat reaksi dan juga katalisator ikut terurai
namun di bagian akhir produk katalisator ini akan terbentuk kembali menjadi
katalisator asam. Pada pembuatan etil asetat (ester) perlu di panaskan karena
pemanasan juga membantu mempercepat reaksi esterifikasi. Pada saat akan
menambahkan asam sulfat ke dalam larutan yang sudah di campur pertama yaitu
etanol dan asam asetat glasial, di lakukan secara perlahan. Hal itu bertujuan
agar ke homogenitas campuran tidak berubah serta untuk menghidari degradasi
campuran asam asetat glasial dengan etanol, dan juga untuk menghindari asam
sulfat menguap. Mengingat bahwa asam sulfat
mempunyai sifat yang eksoterm. Pemanasan di lakukan selama 30 menit dan
dengan suhu 60o C.
Setelah 30 menit maka allihn
condensor di lepas. Diambil 2/3 bagian dan dimasukkan kedalam corong pisah.
Kemudian digojog dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk 2 lapisan. Dalam
hal ini, hasil refluks tidak membentuk 2 lapisan. Kemugkinan etanol sudah
menguap seluruhnya karena pada saat refluks tidak dilakukan secara kontinyu,
sempat kran dimatikan karena ada beberapa kesalahan pemasangan alat, dll
sehingga tercium bau khas seperti balon.
Namun tetap kita pisahkan lapisan bagian atas dengan lapisan bagian
bawah. Lapisan bagian bawah dibuang dan lapisan bagian atas di tambahkan CaCl2 anhidrat dala
25ml aquadest. Ditambahkannya CaCl2 anhidrat bertujuan untuk mengikat
karbonat. Pencucian ini dilakukan sebanyak 2x. Namun pada saat praktikum, CaCl2
yang disediakan adalah CaCl2
hidrat sehingga CaCl2 tidak bisa sempurna dalam mengikat karbonat.
Hal ini menyebabkan cairan membentuk endapan putih keruh dan tidak membentuk 2
lapisan. Seharusnya pengatasan untuk hal
ini adalah memanaskan terlebih dahulu CaCl2 hidrat sebelum dilarutkkan
dalam 25ml aquadest supaya kandungan air yang terdapat didalamnya bisa hilang.
Baru setelah dipanaskan dilarutkan dalam 25ml aquadest.
Akhirnya campuran yang tersisa
dilakkan pemurnian. Pemurnian di lakukan dengan cara mendestilat kembali destilat
yang tadi di buat dengan labu pendingin kemudian di tampung destilat yang
bersih dan kering kemudian di ukur volumenya. Pada percobaan kali ini, tidak
ada destilat yang menetes. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya kebocoran pada pipa L dan pipa
alonga sehingga uang yang terjadi tidak mau melewati condenseor dan menetes di
labu destilat melainkan menete kembali di labu alas bundar.
F.
KESIMPULAN
1.
Simpulan
Pada
praktikum kali ini kita bisa mengambil kesimpula bahwa :
-
Pada pembuatan sintesis
etil asetat terdapat reaksi esterifikasi.
-
Asam sulfat merupakan katalisator asam pada pembuatan
sintesis etil asetat.
-
Asam sulfat mempunyai
sifat yang eksoterm.
2.
Saran
Untuk praktikan agar lebih memperhatikan hal –
hal berikut :
-
Lebih teliti dan berhati-hati pada saat
melakukan refluk, terutama kran harus mengalir terus tidak boleh berhenti.
-
Suhu dijaga agar
tetap stabil.
G.
DAFTAR
PUSTAKA
Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I.
Jakarta : Erlangga.
Sastrohamidjojo,
Hardjono, 2011, Kimia Organik Dasar,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tim Pengampu Kimia Organik.
2016.
Petunjuk Praktikum Kimia
Organik. Kudus : STIKES Muhammadiyah Kudus
H.
LAMPIRAN
1.
Perhitungan
-
2.
Laporan
sementara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar