Sabtu, 18 Maret 2017

Sintesis Metil Asetat



PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
PERCOBAAN I
SINTESIS METIL ASEAT
NAMA : SA’DIAH AYU WIHARDINI
NIM : F120155048



PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2017
PERCOBAAN I
SINTESIS ETIL ASETAT


A.    TUJUAN PERCOBAAN
·         Memahami reaksi esterifikasi asam karboksilat dan alkohol
·         Memahami rangkaian proses sistesis etil asetat
·         Mampu menghitung randemen etil asetat hasil reaksi

B.     DASAR TEORI
Dalam ilmu kimia, ester adalah campuran organik dengan simbol R’ yang menggantikan suatu atom hidrogen atau lebih. Ester juga dibentuk dengan asam yang tidak tersusun teratur; sebagai contoh, dimetil sulfat yang juga disebut “asam belerang, dimethyl ester”.
Ester merupakan turunan asam karboksilat yang mana gugus –OH pada asam karboksilat (RCOOH) diganti menjadi gugus –R (alkil) sehingga menjadi ester dengan rumus RCOOR. Reaksi pembentukan ester disebut esterifikasi. Ester yang sering digunakan adalah etil asetat. Dimana etil asetat diperoleh dari reaksi esterifikasi antara asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis asam sulfat (H2SO4).
1.      Etil Asetat
 Etil asetat merupakan senyawa yang dihasilkan dari pertukaran gugus hidroksil pada        asam karboksilat dengan gugus hidrokarbon yang terdapat pada etanol. Etil asetat seringkali disintesis dengan menggunakan katalisator air berupa asam sulfat. Penggunaan katalistor asam sulat dapat menghasilkan konversi yang cukup tinggi yaitu dapat mencapai 98%. Konversi tertinggi diperoleh pada suhu 550C, rasio alcohol/asam lemak 6,13 dan konsentrasi katalisator 2,2% massa yaitu sebesar 96% (Nuryoto, 2008).
Proses pembuatan etil asetat  biasanya melalui suatu reaksi bolak-balik (reversible) antara asam asetat dengan etanol dalam suasana asam. Dalam proses pembuatan etil asetat ini, reaksi memiliki konversi yang rendah, sehingga sulit mendapatkan kemurnian etil asetatyang tinggi. Selain itu, terbentuk azeotrop antara senyawa rektan dan produk sehingga sulit untuk mencapai kemurnian yang tinggi. Pada proses pembuatan etil asetat ini ada empat buah bentuk azeotrop yaitu EtOH-EtAc, EtOH-H2O, EtAc-H2O dan EtOH-EtAc-H2O. Dari keempat titik azeotrop ini, bentuk EtOH-EtAc-H2O memiliki titik didih paling kecil (Bambang, 2006).
Etil Asetat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a)      Merupakan pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap).
b)      Tidak beracun dan tidak terhigrokopis.
c)      Merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen.
d)     Dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar.
e)      Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Tetapi, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam  (Hadyana, A, 1993)

Tabel 1.1 Identitas Etil Asetat
Identitas
Sifat Fisika dan Kimia
Keadaan fisik
Cairan tidak berwarna
Bau
Ethereal. Fruity (Slight)
Rasa
Pahit, seperti rasa anggur terbakar
Berat molekul
88,11 g/gmol
Titik didih
77°C (170,6°F).
Melting point
-83°C (-117,4°F).
Suhu kritis
250°C (482°F).
Spesific Gravity
0,902 (Air = 1)
Tekanan Uap
12,4 kPa (@ 20 ° C)
Kelarutan
Larut dalam air dingin, air panas, dietil eter, aseton, alkohol, benzena.













          Sumber : (Hadyana, A, 1993)
2.      Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester. Esterifikasi dapat dikatalis oleh kehadiran ion H+. asam belerang sering digunakan sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini. Nama ester berasal dari essig-ather jerman, sebuah nama kuno untuk menyebut etil asam cuka ester atau asam cuka etil (Anshory, 2003). Berikut ini reaksi etanol dengan asam karboksilat:
    Alkohol + Asam karboksilat   katalis asam      Ester + Air
    Etanol + Asam Asetat            H2SO4          Etil Ester + Air
    C2H5OH + CH3COOH                               CH3COOCH2 + H2O.

Seperti kebanyakan reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi dan detonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik menyerang karbon positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester (Anshory, 2003).
Beberapa macam metode esterifikasi antara lain (Hadyana, 1993):
a)      Cara Fischer
      Jika asam karboksilat dan alkohol dan katalis asam (biasanya HCl atau H2SO4) dipanaskan, terdapat kesetimbangan dengan ester dan air. Mekanisme reaksi esterifikasi Fischer terdiri dari beberapa langkah :
1)      Transfer Proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil, sehingga meningkatkan elektrofilisitas dari atom karbon kabonil
2)      Atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom  oksigen dari alkohol, yang bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium
3)      Terjadi pelepasan proton dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan kompleks teraktivasi
4)      Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti oleh pelepasan molekul air menghasilkan ester
b)      Esterifikasi dengan asil halida
      Asil halida adalah turunan asam karboksilat yang paling reaktif. Asil klorida lebih murah dibandingkan dengan asil halida lain. Asil halida biasanya dibuat dari asam dengan tionil klorida atau fosfor pentaklorida.
c)      Esterifikasi antara asam karboksilat dengan conjugated diene
      Esterifikasi dengan menggunakan asam karboksilat dan conjugated diene yang tidak disertai oksigen yang disertai katalis asam saat ini juga telah banyak dikembangkan. Hal ini dikarenakan conjugated diene merupakan salah satu bahan yang mudah didapat dan harga yang relative yang lebih murah. Conjugated diene yang sering digunakan yaitu 1,3-butadiene, 2-methyl - 1,3 - butadiene, 2 chloro - 1,3 - butadiene, 1,3 - hexadiene, 2,4 - cyclohexadiene dan lainnya. Produk hasil esterifikasi antara asam karboksilat dengan conjugated diene yang banyak dijumpai adalah n-butyl asetat, 2-methyl-2-butenyl butanoate, cyclohexene-3-yl-benzoate dan lainnya.

2.1         Faktor-Faktor Esterifikasi
     Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan esterifikasi yaitu (Kirk & Othmer, 1978):
a)      Suhu
Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Pada umumnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (60-70°C) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
b)      Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
c)      Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis, reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100ºC (Kirk & Othmer, 1978).
Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Kirk & Othmer, 1978).
Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan, yaitu: bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, dan katalis tidak dapat digunakan kembali. Saat ini banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi. Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama. Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 94-99% konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari produk menggunakan katalis KOH 1% dari massa minyak (Kirk & Othmer, 1978).
d)     Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai pelarut tunggalyang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
e)      Perbandingan Reaktan
Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar antara alkohol dan minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester asam dan 1 mol gliserol. Untuk mendorong reaksi transestrifikasi ke arah kanan, perlu untuk menggunakan alkohol berlebihan atau dengan memindahkan salah satu produk dari campuran reaksi. Lebih banyak metanol yang digunakan, maka semakin memungkinkan reaktan untuk bereaksi lebih cepat. Secara umum, proses alkoholisis menggunakan alkohol berlebih sekitar 1,2-1,75 dari kebutuhan stoikiometrisnya. Perbandingan volume antara minyak dan metanol yang dianjurkan adalah 1 : 4 (Kirk & Othmer, 1978).
Terlalu banyak alkohol yang dipakai menyebabkan biodiesel mempunyai viskositas yang terlalu rendah dibandingkan dengan minyak solar, juga akan menurunkan titik nyala biodiesel, karena pengaruh sifat alkohol yang mudah terbakar (Kirk & Othmer, 1978).

3.   Metode Pembuatan Ester
3.1         Pembuatan ester menggunakan asam karboksilat
              Metode ini bisa digunakan untuk mengubah alkohol menjadi ester, tetapi metode ini tidak berlaku bagi fenol – senyawa dimana gugus -OH terikat langsung pada sebuah cincin benzen. Fenol bereaksi dengan asam karboksilat dengan sangat lambat sehingga reaksi tidak bisa digunakan untuk tujuan pembuatan.
              Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen).
                 Reaksi pengesteran (esterifikasi) berjalan lambat dan dapat balik (reversibel). Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan alkohol R’OH (dimana R dan R’ bisa sama atau berbda) adalah sebagai berikut:
                 
                           O                                                             O
                                                                                                      
R– C – OH      + R’OH                          R– C – OR’ + H2O

Gambar 3.1 Reaksi asam RCOOH dengan alkohol R’OH (Clark, 2007)

Reaksi esterifikasi bersifat reversible. Untuk memperoleh redomen tinggi dari ester itu, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Satu teknik untuk mencapai ini adalah menggunakan salah satu zat pereaksi secara berlebihan, teknik lain ialah membuang salah satu produk dari dalam campuran reaksi, misalnya dengan destilasi air secara azeotropik. Ester fenil (RCO2C6H5) umumnya tidak dibuat secara langsung dari fenol dan asam karboksilat karena kesetimbangan lebih cenderung bergeser ke sisi ester (Fessenden, 1986:84).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan storik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester. Seperti banyak reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik karbon positif, dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud. Mekanisme ini dapat ditulis sebagai berikut:

                      O                                                        OH                     O
                                                                                                         
       R– C – OH      + R’OH                   R– C – OH      R– C – OR’ + H2O
                                                                                  
(suatu asam karbosilat)                            OH                   (suatu ester)

Gambar 3.2 Mekanisme pembentukan ester (Fessenden,1992:83).

C.      ALAT DAN BAHAN
1.      Alat – alat yang digunakan :
Nama Alat
Gambar
Ukuran
Jumlah
1.      Corong Pemisah



250 ml
1



2.      Erlenmeyer



3.      Gelas Ukur




250 ml



100ml, 25ml

1



@1

4.      labu destilasi

-
1
5.      Labu Didih Dasar Bulat



-




1




6.      Pendingin Leibig / Condensor



-

2
7.      Pipet tetes



-
1



8.      Pipa L





-
1

9.      Thermometer



-
1
10.  Pipa Alonga


-
1
11.  Beaker Glass




1000ml, 50ml
2
12.  Hot Plate



-
1

2.      Bahan – bahan yang dibutuhkan :
Nama Bahan
Massa (gr)
Volume (ml)
1.      Asam Asetat (CH3COOHPa)
2.      Etanol 96% (C2H5OH)
3.      Asam Sulfat Pekat (H2SO4)
4.      CaCl2 anhidrat
-
-
-
25
50
50
10
-



D.    CARA KERJA (SKEMATIS)
Campurkan 50 ml etanol dan 50 ml asam asetat  ke dalam labu distilasi

Tmbahkan 10 ml asam sulfat pekat sedikit demi sedikit sambil digoyang-goyangalat distilasi
Refluk selama 30 menit pada suhu 60◦C

Ambil 2/3 bagian (60ml) dan masukkan kedalam corong pisah
Gojog corong pisah dan diamkan sampai terbentuk 2 lapisan
Pisahkan lapisan atas dan lapisan bawah yang terbentuk
Lapisan atas ditambah dengan CaCl2 dalam 25ml aquadest, kemudian digojog lagi. Lakukan perlakuan yang sama sebanyak 2x
Ambil lapisan atas dan diamkan selama 20 menit
Lakukan distilasi untuk menghilangkan kandungan alkohol yang masih ada dalam larutan
Kemudian Etil asetat dipanaskan dengan fraksi suhu 74OC – 79OC

 






















Gambar : Proses Destilasi
E.     HASIL PERCOBAAN
1.    Hasil Percobaan
-     Berat Beaker Glass Kosong                  = 35,9136 g
-     Berat Beaker Glass + Etil Asetat          = 69,5087 g
-     Berat Etil Asetat = Berat Beaker Glass + Etil Asetat - Berat Beaker Glass Kosong
                         = 69,5087 g - 35,9136 g
                         = 33,661 g
-     Volume Etil Asetat = 25 ml

2.    Pembahasan
             Sintesis adalah reaksi kimia yang melibatkan dua zat atau lebih yang akan menghasilkan senyawa lain. Pada percobaan kali ini , praktikan membuat sintesis etil asetat. Pembuatan sintesis etil asetat melibatkan reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester yang melibatkan reaksi langsung antara asam karboksilat dan alkohol dengan bantuan katalisator asam. Jadi pada pembuatan etil asetat sama juga dengan pembuatan ester, karena di dalam pembuatan etil asetat terdapat proses esterifikasi. Ester adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sifat netral juga ester tidak dapat beraksi dengan natrium. Pada pembuatan etil asetat terdapat nukleofilik dan elektrofil yang terjadi di dalam reaksi. Nukleofilik yang berada dalam larutan etil asetat adalah etanol sedangkan elektrofilik yang berada dalam larutan etil asetat adalah asam asetat glasial.
             Hal pertama yang dilakukan adalah dengan menyiapkan bahan. Setelah itu di campurkan etanol, asam asetat dan asam sulfat pekat ke dalam Labu alas bundar. Kemudian mulailah rangkai alat. Pertama hot plate di siapkan kemudian di masukan labu alas bundar kedalam hot plate. Memasanglah Allinh Condensor, pada bagian atas di pasang selang yang akan mengalirkan bahan yang tidak di perlukan seperti produk samping esterifikasi.  Dan pada bagian bawah di pasang selang untuk mengalirkan air kedalam Allinh condensor. Setalah semua terpasang kembali barulah di nyalakan allihn condensornya dan mulailah air di alirkan dari kran menuju ke allihn  condensor melalui selang. Kran air tidak boleh di matikan. Saat praktikum, praktikan mematikan keran jadi etanol menguap seluruhnya. Jika kran tidak dimatikan maka etanol tidak akan menguap semua. Tujuan dari di nyalakannya kran atau di alirkannya air terus menerus selama proses destilasi adalah agar etanol yang seharusnya menguap dapat mengembun kembali, sehingga etanol tidak akan menguap seluruhnya. Kemudian jika kran tetap menyala maka di tunggu 30 menit untuk proses destilasi.
             Dalam pembuatan etil asetat di gunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator. Tujuan dari diberikannya katalisator adalah untuk mempercepat reaksi dan juga katalisator ikut terurai namun di bagian akhir produk katalisator ini akan terbentuk kembali menjadi katalisator asam. Pada pembuatan etil asetat (ester) perlu di panaskan karena pemanasan juga membantu mempercepat reaksi esterifikasi. Pada saat akan menambahkan asam sulfat ke dalam larutan yang sudah di campur pertama yaitu etanol dan asam asetat glasial, di lakukan secara perlahan. Hal itu bertujuan agar ke homogenitas campuran tidak berubah serta untuk menghidari degradasi campuran asam asetat glasial dengan etanol, dan juga untuk menghindari asam sulfat menguap. Mengingat bahwa asam sulfat  mempunyai sifat yang eksoterm. Pemanasan di lakukan selama 30 menit dan dengan suhu 60o C.
             Setelah 30 menit maka allihn condensor di lepas. Diambil 2/3 bagian dan dimasukkan kedalam corong pisah. Kemudian digojog dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk 2 lapisan. Dalam hal ini, hasil refluks tidak membentuk 2 lapisan. Kemugkinan etanol sudah menguap seluruhnya karena pada saat refluks tidak dilakukan secara kontinyu, sempat kran dimatikan karena ada beberapa kesalahan pemasangan alat, dll sehingga tercium bau khas seperti balon.  Namun tetap kita pisahkan lapisan bagian atas dengan lapisan bagian bawah. Lapisan bagian bawah dibuang dan lapisan bagian atas  di tambahkan CaCl2 anhidrat dala 25ml aquadest. Ditambahkannya CaCl2 anhidrat bertujuan untuk mengikat karbonat. Pencucian ini dilakukan sebanyak 2x. Namun pada saat praktikum, CaCl2 yang disediakan  adalah CaCl2 hidrat sehingga CaCl2  tidak bisa sempurna dalam mengikat karbonat. Hal ini menyebabkan cairan membentuk endapan putih keruh dan tidak membentuk 2 lapisan.  Seharusnya pengatasan untuk hal ini adalah memanaskan terlebih dahulu CaCl2 hidrat sebelum dilarutkkan dalam 25ml aquadest supaya kandungan air yang terdapat didalamnya bisa hilang. Baru setelah dipanaskan dilarutkan dalam 25ml aquadest.
             Akhirnya campuran yang tersisa dilakkan pemurnian. Pemurnian di lakukan dengan cara mendestilat kembali destilat yang tadi di buat dengan labu pendingin kemudian di tampung destilat yang bersih dan kering kemudian di ukur volumenya. Pada percobaan kali ini, tidak ada destilat yang menetes. Hal ini kemungkinan disebabkan  karena adanya kebocoran pada pipa L dan pipa alonga sehingga uang yang terjadi tidak mau melewati condenseor dan menetes di labu destilat melainkan menete kembali di labu alas bundar.

F.     KESIMPULAN
1.      Simpulan
           Pada praktikum kali ini kita bisa mengambil kesimpula bahwa :
-          Pada pembuatan sintesis etil asetat terdapat reaksi esterifikasi.
-          Asam sulfat  merupakan katalisator asam pada pembuatan sintesis etil asetat.
-          Asam sulfat mempunyai sifat yang eksoterm.

2.      Saran
Untuk praktikan agar lebih memperhatikan hal – hal berikut :
-          Lebih teliti dan berhati-hati pada saat melakukan refluk, terutama kran harus mengalir terus tidak boleh berhenti.
-          Suhu dijaga agar tetap stabil.

G.    DAFTAR PUSTAKA
Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Sastrohamidjojo, Hardjono, 2011, Kimia Organik Dasar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tim Pengampu Kimia Organik. 2016. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Kudus : STIKES Muhammadiyah Kudus

H.    LAMPIRAN
1.      Perhitungan
-
2.      Laporan sementara





























               























Tidak ada komentar:

Posting Komentar